BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada prinsipnya pembaharuan pemikiran dan gerakan
untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dalam perkembangan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi. Pembaharuan dapat
diligat dalam beberapa faktor yaitu, politik, social, budaya, dan ilmu
pengetahuan. Dalam sejarah pembaharuann terdapat beberapa tokoh yang cukup
terkenal, salah satu nya yaitu Muhammad Rasyid Ridha murid dari tokoh yang
cukup terkenal pula yaitu Muhammad Abduh. Pikiran-pikirannya yang cukup besar
pengaruhnya terhadap pembaharuan didalam Islam dan dunia Islam.
Salah satu faktor penyebab kekalahan dan kemunduran
Islam, dikarenakan terlenanya umat Islam akan kejayaan Islam pada masa lalu dan
banyaknya umat Islam yang disibukkan dengan masalah-masalah agama tanpa ingin
mempelajari dan ingin membahas lebih dalam masalah pendidikan. Inilah yang
menyebabkan tertutupnya pintu Ijtihad, dikarenakan umat Islam banyak yang
bersifat taqlik dan banyaknya perselisihan antar mazhab. Tidak hanya itu,
banyak para pemimpin yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya karena
para pemimpin banyak yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk kesenangan
pribadinya.
Dari berbagai masalah-masalah yang terjadi, pemuka
Islam mulai memikirkan cara untuk mengatasi hal tersebut. Dengan cara menimbulkan
ide-ide yang dapat membawa pembaharuan dikalangan umat Islam. Salah satu pemuka
Islam yang resah terhadap kemunduran Islam pada masa itu adalah Rasyid Ridha.
Rasyid Ridha ingin mengadakan pembaharuan disegala bidang. Rasyid Ridha melihat
umat Islam banyak mengikuti peradaban Barat dan banyak meninggalkan nilai-nilai
keIslaman serta banyak umat Islam yang terpecah belah oleh perebutan kekuasaan.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
biografi Muhammad Rasyid Ridha ?
2. Bagaimana
pokok pemikiran pembaharuan Muhammad Rasyid Ridha ?
3. Bagaimana
karya-karya Muhammad Rasyid Ridha ?
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk
mengetahui biografi Muhammad Rasyid Ridha.
2. Untuk
menjelaskan pokok pemikiran pembharuan M. Rasyid Ridha.
3. Untuk
mengetahui karya-karya M. Rasyid Ridha.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
Muhammad Rasyid Ridha
Rasyid Ridha adalah murid Muhammad
‘Abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 di al-Qalamun, suatu desa di
Lebanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suria).[1]
Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan al-Husain, cucu Rasulullah.
Semasa kecil, ia belajar di sebuah sekolah tradisional di al-Qalamun untuk
belajar menulis, berhitung dan membaca al-Qur’an. Pada tahun 1882, ia
meneruskan pelajaran di al-Madrasah al-Wataniah al-Islamiyyah (Sekolah Nasional
Islam) di Tripoli. Sekolah ini didirikan oleh al-Syaikh Husain al-Jisr, seorang
ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di Madrasah ini, selain
dari bahasa Arab diajarkan pula bahasa turki dan Perancis, dan di samping
pengetahuan-pengetahuan agama juga diajarkan pengetahuan modern. Rasyid Ridha
melihat perlunya diadakan tafsir modern dari al-Qur’an, yaitu tafsir yang
sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan gurunya. Ia selalu menganjurkan kepada
gurunya, Muhammad ‘Abduh, supaya menulis tafsir modern. Karena selalu didesak,
‘Abduh akhirnya setuju untuk memberikan kuliah mengenai tafsir al-Qur’an di
al-Azhar.[2]
B.
Pemikiran
Pembaharuan Muhammad Rasyid Ridho
1. Ide Pembaharuan Di Bidang Pendidikan
Rasyid
menganjurkan umat Islam memiliki satu kekuatan untuk menghadapi beratnya
tantangan dunia modern. Kekuatan itu hanya dapat dimiliki jika umat Islam
bersedia menerima peradaban Barat. Jalan untuk memperoleh peradaban Barat itu
ialah berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi Barat itu sendiri.
Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berlawanan dengan Islam, bahkan umat Islam
wajib mempelajari dan menerima ilmu pengetahuan dan teknologi itu bila mereka
ingin maju. Dalam berbagai tulisannya, Rasyid mendorong umat Islam untuk
menggunakan kekayaannya dalam pembangunan lembaga-lembaga pendidikan.
Menurut Rasyid, membangun lembaga
pendidikan lebih baik dari membangun masjid. Baginya masjid tidaklah besar
nilainya apabila orang-orang yang shalat di dalamnya hanyalah orang-orang
bodoh. Dengan membangun lembaga
pendidikan, kebodohan dapat dihapuskan dan dengan demikian pekerjaan duniawi
dan ukhrawi akan menjadi baik. Satu-satunya jalan menuju kemakmuran adalah
perluasan pendidikan secara umum. Di bidang pendidikan ini ia mendirikan
sekolah sebgai misi Islam dengan nama madrasah Aldakwah Wa Al-Irsyad dikairo
pada tahun 1912 M. Para alumni madrasah ini disebarkan keberbagai dunia Islam
yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2. Ide Pembaaruan Di Bidang Agama /
Teologi
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan jauh ketinggalan oleh
orang Barat, di antaranya Islam telah kemasukan ajaran-ajaran yang nampaknya
Islam, tetapi sebenarnya bukan. Hal itu menyebabkan umat Islam melaksanakan
ajaran yang tidak sesuai lagi dengan ajaran Islam sebenarnya. Menurut Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar
ketinggalannya dari bangsa Eropa, jika mereka kembali kepada ajaran Islam
sebenarnya sebagaimana telah diajarkan Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan
oleh sahabat. Dengan demikian, Rasyid menganjurkan untuk menggali kembali teks
al-Qur’an. Ijtihad adalah modal awal demi keberlangsungan syariat Islam yang
memenuhi seluruh kebutuhan pembaruan karena syariat Islam adalah syariat
penutup dari Tuhan, dan hikmah dari semua itu adalah bahwasanya Allah swt,
telah menyempurnakan agama ini dan menjadikannya agama yang universal
antara ruh dan jasad, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada umatnya
untuk berijtihad yang benar dan dalam mengambil istinbat. Kedua sisi ini
sangat sesuai dengan kemaslahatan manusia di setiap tempat dan waktu.[3]
Masalah aqidah di zaman hidupnya Rasyid
Ridha masih belum tercemar unsur-unsur tradisi maupun pemikiran filosof. Dalam
masalah teologi, Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh pemikiran para tokoh
gerakan salafiyah. Dalam hal
ini, ada beberapa konsep pembaharuan yang dikemukakannya, yaitu masalah akal
dan wahyu, sifat Tuhan, perbuatan manusia (af’al al-Ibad) dan konsep
iman.[4]
1.
Akal dan Wahyu
Menurut Rasyid Ridha, dalam masalah
ketuhanan menghendaki agar urusan keyakinan mengikuti petunjuk dari wahyu.
Sungguhpun demikian, akal tetap diperlukan untuk memberikan penjelasan dan
argumentasi terutama kepada mereka yang masih ragu-ragu.
2.
Sifat Tuhan
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan
pakar teologi Islam terjadi perbedaan pendapat yang sangat signifikan, terutama
dari kalangan Mu’tazilah dan
Asy’ariyah. Mengenai masalah ini, Rasyid Ridha
berpandangan sebagaimana pandangan kaum Salaf, menerima adanya sifat-sifat
Tuhan seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran
maupun takwil.
3.
Perbuatan Manusia
Pembahasan teologi tentang perbuatan
manusia bertolak dari pertanyaan apakah manusia memiliki kebebasan atas
perbuatannya (freewill) atau perbuatan manusia hanyalah diciptakan
oleh Tuhan (Predistination). Perbuatan manusia menurut Rasyid Ridha sudah dipolakan oleh
suatu hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang disebut Sunatullah, yang tidak
mengalami perubahan.
4.
Konsep Iman
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran
bahwa kemunduran umat Islam disebabkan keyakinan dan amal perbuatan mereka yang
telah menyimpang dari ajaran Islam. Oleh karena itu, upaya pembahasan yang
dilaksanakannya dititik beratkan kepada usaha untuk mengembalikan keberagamaan
ummat kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Pandangan Rasyid Ridha mengenai
keimanan didasarkan atas pembenaran hati (tasdiq) bukan didasarkan
atas pembenaran rasional.[5]
3. Ide Pembaharuan Di Bidang Politik
Dan Hukum
Walaupun Rasyid
Ridha mengakui kemajuan peradaban Barat, tetapi dia tidak setuju dengan ide
kebangsaan yang dibawa bangsa Barat. Menurut Rasyid, umat Islam tidak perlu
meniru ide kebangsaan Barat, karena dalam Islam rasa kebangsaan itu
dibangun atas dasar keagamaan. Sejalan dengan konsepnya ini, Rasyid
merindukan pulihnya kesatuan dan persatuan umat. Ia mengajak umat Islam untuk
bersatu kembali di bawah satu sistem hukum dan moral. Untuk melaksanakan hukum
harus ada kekuasaan dalam bentuk negara. Negara yang dianjurkan Rasyid Ridha
ialah negara dalam bentuk kekhalifahan. Kepala negara dibantu oleh ulama-ulama
pembantu. Khalifah hendaklah seorang mujtahid, karena ia mempunyai kekuatan
legislatif. Di bawah kekhalifahan seperti inilah kesatuan dan kemajuan umat
dapat tercapai.[6]
Namun, menurut
pandangan pemakalah Konsep kekhalifahan yang diajukan Rasyid sebagai yang
termuat dalam buku al-Khalifah, kelihatannya semata-mata hasil renungan dan
pandangannya terhadap sejarah perjalanan khalifah al-Rasyidin. Dia hanya
melihat pada fungsi negara dengan mengenyampingkan persepsi negara ditinjau
dari sudut pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain, Rasyid kurang menghayati
dinamika sejarah pemerintahan Islam pada zaman klasik dan pertengahan. Secara
administrasi, sistem kekhalifahan itu memancing instabilitas dan perebutan
kekuasaan karena secara langsung menutup kreativitas dan aspirasi rakyat.
Tampaknya sistem kekhalifahan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman.
Pendedahan awalnya terhadap gerakan
politik dan islah tercetus setelah terbaca jurnal al-‘Urwa
al-Wuthqa yang diterbitkan pada tahun 1884 (yang dikeluarkan secara
berkala selama 8 bulan) di Paris, oleh Jamal al-Din al-Afghani yang
mengungkapkan ide-ide pembaharuan dan mengapungkan faham anti kolonialisme,
pemberdayaan reformasi dan pemacuan ijtihad. Ridha menjelaskan tentang
idealisme pemikiran yang dizahirkan dalam al-‘Urwa al-Wuthqa dengan
katanya: “Aku menemui salinan al-‘Urwa al-Wuthqa daripada kertas-kertas
dalam simpanan ayah. Setelah aku membaca artikel-artikelnya yang menyeru kepada
gagasan Pan-Islamisme, meraih semula kegemilangan, kekuatan dan keunggulan
Islam, penemuan semula ketinggian dan kedudukan yang pernah dimilikinya, dan
pembebasan umatnya daripada dominasi luar, aku sangat teruja sehingga seperti
memasuki fasa baru dalam hidupku. Dan aku sangat tertarik dengan metodologi
yang diketengahkan dalam artikel-artikel ini dalam melakar dan membuktikan
hujahnya dalam perbahasan dengan bersandarkan ayat-ayat al-Qur’an, dan tentang
tafsirnya yang tiada seorang mufassir telah menulis sepertinya.”[7]
Ridha turut menghuraikan
kekuatan al-‘Urwa al-Wuthqa sebagai hasil pemikiran yang
penting yang menggariskan manhaj perjuangan yang berkesan
dalam menangani kepincangan budaya dan politik dan mengangkat harakat pemikiran
dan menggarap permasalahan umat yang mendasar: “antara poin yang terpenting
yang menzahirkan keunggulan al-‘Urwa al-Wuthqa dan kekuatannya yang tersendiri
adalah: (1) (penekanannya terhadap) ketentuan Allah terhadap makhlukNya dan
sistem aturan dalam masyarakat manusia, dan sebab kebangkitan dan kejatuhan
sesuatu bangsa sepertimana juga kekuatan dan kelemahan mereka; (2) penjelasan
bahawa Islam adalah agama yang mempunyai kedaulatan dan kuasa, yang merangkul
kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan menegaskan bahawa ia adalah agama yang
menggabungkan nilai spirituil dan sosial, sivil dan militer, dan bahawa
kekuatan militernya adalah untuk melindungi keadilan undang-undang, petunjuk
dan wibawa umat, dan bukan untuk mengerahkan kepercayaan dengan paksa; dan (3)
bagi umat Islam tidak ada faham kebangsaan dan nasionalisme kecuali terhadap
agama mereka, oleh itu mereka semuanya bersaudara di mana perbezaan ras dan
darah keturunan tidak harus memisahkan kesatuan mereka, tidak juga
perbezaan bahasa dan kerajaan mereka.”[8]
C.
Karya
Muhammad Rasyid Ridha
Ridha
merupakan penulis yang prolifik, yang telah menghasilkan karya-karya besar dalam
pemikiran tafsir, hadisth, politik, dakwah, kalam, perbandingan agama, fiqh dan
fatwa. Antara tulisannya termasuklah Tarikh Al-Ustadh Al-Imam Al-Syaikh
Muhammad ‘Abduh (Biografi Imam Muhammad Abduh), Nida’ li
Jins al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu
Muhammadi (Wahyu Nabi Muhammad), Yusr Al-Islam wa Usul
At-Tashri‘ Al-‘Am (Kemudahan Islam dan Prinsip-prinsip Umum dalam
Syari’at), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-‘Uzma (Khalifah dan
Imam-Imam yang Besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid (Dialog
Antara Kaum Pembaharu dan Konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Memperingati
Hari Kelahiran Nabi Muhammad), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (Hak-hak
Wanita Muslim), dan yang paling terkenal dalam karyanya adalah Al-Manar.
Al-Manar, adalah majalah bulanan yang membahaskan idealisme
pembaharuan dan tajdid di Kaherah. Ia mengungkapkan tradisi
pemikiran yang segar yang diasaskan daripada ide-ide pembaharuan yang
dipelopori oleh Jamal al-din al-Afghani dan Muhammad Abduh dalam al-‘Urwa
al-Wuthqa. Fokusnya adalah usaha pembaharuan dan dakwah.
Sementara
akhbar lain membicarakan kebobrokan dan kegawatan di dunia Islam, Al-Manar mencadangkan
penyelesaiannya yang umum, dan memberikan formula yang mendetil. Pengaruh al-Manar yang
signifikan ini diungkapkan oleh Shaykh Husayn al-Jisr ketika mengulas tentang
keluaran pertama al-Manar dan ketahanan gerakan islah yang
dibawa oleh Ridha: “Al-Manar telah muncul, menyerlah dengan cahaya yang luar
biasa dan menyenangkan, hanyasanya cahaya ini telah dipantul oleh sinar yang
kuat yang hampir mencederakan pandangan.”[9]
Al-Manar menggerakkan perbincangan tentang dakwah, idealisme
dan islah, menerangkan dasar-dasar Pan-Islamisme, meneroka persoalan-persoalan
yang berkait dengan ajaran aqidah dan hukum, membincangkan faham modernisme,
sekularisme, nasionalisme dan mempelopori dialog dan pertukaran ide antara
budaya, dan meneropong pemikiran baru berkait dengan falsafah agama dan budaya
dan menangani isu-isu sosial dan peradaban.
Al-Manar pertama kali diterbitkan pada 21 Shawal 1315 H (17 Mac
1898) sebagai jurnal mingguan yang memuatkan lapan halaman, menyiarkan
telegram-telegram mingguan dan berita-berita mutakhir, di samping
artikel-artikel utama yang ditulis oleh ketua editor yaitu Ridha sendiri.
Bermula pada tahun kedua, ia dikeluarkan setiap bulan, dan tersebar dengan
meluas ke seluruh jajahan Islam dalam wilayah Turki, India, Mesir, Syria,
Maghribi dan turut diseludup ke arkipelago Melayu dan Tanah Jawa. Pada tahun
kedua belas keluarannya (1909), salinan-salinan yang berbaki daripada keluaran
pertama telah dijual empat kali ganda dari pada harganya yang asal.
Dalam
mukaddimah ringkasnya memperkenalkan al-Manar, Ridha menulis: “Demikian
ini adalah suara yang menyeru dengan lidah Arab yang jelas, dan seruan kepada
kebenaran yang sampai ke telinga mereka yang bercakap dengan huruf dad
[masyarakat Arab] dan ke telinga seluruh penduduk Timur, memanggil dari tempat
yang dekat [Mesir] dari mana kedua-dua bangsa di Timur dan Barat dapat
mendengar, dan ia menyebar luas supaya dengan itu penduduk Turki dan Parsi juga
dapat menerimanya. Ia menyeru: “Wahai, bangsa timur yang sedang lena dibuai
mimpi yang enak, bangun, bangun! Tidurmu telah melampaui batas rehat.”[10]
Menurut
C.C. Berg dalam kajiannya tentang sejarah Indonesia, gerakan pencerahan yang
dicetuskan oleh al-Manar telah melahirkan kelompok pembaharu
yang mempelopori perjuangan kaum muda di Indonesia: “Al-Manar tidak
memberikan pencerahan kepada masyarakat Mesir sahaja. Ia mencerah pemikiran
masyarakat Arab di dalam dan di luar; umat Islam dari rantau arkipelago Melayu
yang menuntut di Universiti al-Azhar atau di Mekah, dan bekas pelajar dari
Indonesia yang masih memelihara keakraban hubungannya dengan dunia Islam
setelah pulang ke sempadan negaranya di Dar al-Islam…dan kesemua orang-orang
ini kini melihat Islam dalam rangka cahaya yang baru…kalangan yang telah
menyelami dan mempertahan cahaya al-Manar di Mesir, menjadi kelompok “Manar”
kecil untuk lingkungannya, setelah pulang ke Indonesia.”[11]
Menerusi Majallah al-Manar,
Ridha mengusung pemikiran Imam Muhammad Abduh dengan menyediakan ruangan khas,
bermula daripada tahun ketiga keluarannya, untuk menerbitkan siri-siri Komentar
al-Qur’an oleh Abduh yang disampaikannya di Jami‘ al-Azhar,
Kaherah. Ruangan khas ini turut memuatkan fatwa-fatwa Abduh, atau keputusannya
tentang persoalan menyangkut hukum atau agama yang dikemukakan oleh pembaca;
selain seksyen yang memuatkan perkembangan dan ide-ide baru di dunia Islam,
serta ulasan-ulasan buku dan publikasi yang lain.
Ayat-ayat
yang dikupas oleh Imam Muhammad Abduh merangkumi surah-surah pendek yang
meliputi tafsir surat al-‘Asr, tafsir Juz ‘Amma,
tafsirsurah al-Fatihah, tafsir ayat 78-79 dari surah al-Nisa’,
tafsir ayat 52-55 dari surah al-Hajj, dan tafsir ayat 37 dari surah
al-Ahzab yang kemudiannya digazetkan dalam Tafsir al-Manar.
Manhaj
yang digariskan oleh Imam Muhammad Abduh dalam tafsirannya adalah berteraskan
metode al-adabi al-ijtima‘i (sosial dan budaya) yang
menekankan hubungan ayat dengan kondisi sosial dan upaya meraih hidayahnya dan
kritikan yang keras terhadap budaya taqlid yang membengkak dalam masyarakat. Tekanan
yang penting diberikan terhadap tradisi aqliah dan ijtihad,
seperti dinyatakan dalam huraiannya terhadap ayat 38-42 daripada surah ‘Abasa: “Muka
(orang-orang yang beriman) pada hari itu berseri-seri, tertawa, lagi bersuka
ria, dan muka (orang-orang yang ingkar) pada hari itu penuh debu, diliputi oleh
kesuraman dan kegelapan. Mereka itulah orang yang kafir, yang derhaka.”
Perjuangan
Shaykh Muhammad Rashid Ridha untuk memimpin perubahan telah memperlihatkan
kesan yang dramatik di negara-negara umat Islam. Peranan jurnal al-Manar dalam
mengangkat martabat dan harakah perjuangan cukup dirasai di seluruh rantau
Islam, khasnya di Nusantara.
Kemantapan
fikiran dan idealisme yang dicetuskan oleh Ridha telah berhasil memperkasa umat
dan melahirkan golongan pembaharu yang meneruskan perjuangannya membanteras
taqlid, membebaskan fikiran dari pada kepercayaan jelek, tahyul dan khurafat,
dan memperbaharui tekad ke arah memantapkan solidaritas dan merapatkan
perselisihan mazhab. Peranan kita di bumi kita adalah untuk melanjutkan
perjuangan dan meneruskan iltizam Ridha untuk mengembangkan pengaruh Madrasah
Imam Muhammad Abduh dan menyalakan obor perjuangannya ke seluruh dunia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Rasyid
ridha merupakan salah satu tokoh pembaharuan Islam yang ide-ide pembaharuannya
meliputi ide pembaharuan pendidikan, yang sangat menginginkan adanya perpaduan
antara pendidikan Agama dengan pendidikan Umum, untuk membentuk generasi yang
tidak hanya mempunyai ilmu dan wawasan yang luas tetapi juga mempunyai akhlak
dan pribadi yang mencerminkan seorang pemimpin yang bersih. Ide pembaharuan
dalam bidang politik dan agama yang
tertarik dengan ide Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Sebab, ia banyak
melihat penyebab kemunduran Islam, antara lain, karena perpecahan yang terjadi
di kalangan mereka sendiri. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu
kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan
tunduk dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara.
Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara
dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-khulafa ar-Rasyidin.
Dia menganjurkan pembentukan organisasi Al-jami'ah al-Islamiyah (Persatuan Umat
Islam) di bawah naungan khalifah.
Rasyid
Ridha juga banyak memiliki karya-karya diantaranya yang berjudul Al-Mana yan meupakan salah satu buah
karyanya yang dilandasi pemikiran awalnya oleh Muhammah Abduh (guru Rasyid
Ridha) yang menhkaji tentang tafsiran ayat Al-qur’an.
B.
Saran
Dalam
pembuatan malakah ini penulis menyadari banyak terdapat kekurangan. Oleh karena
itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun guna untuk memperbaiki
kesalahan.
DAFTAR
PUSTAKA
Munir
dan Sudarsono, “ Aliran Modern Dalam
Islam”, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994
Harja
Saputra, “ Biografi Dan Ide-Ide
Pembaharuan Rasyid Ridha “, blogspot.com.Html Diakses pada 11 April 2015
Sakura
Ilmi, “ Sejarah Pembaharuan Pemikiran “ ,
/2014/07/blogspot.com.html Diakses pada 11 April 2015
Suaramedia, “Sejarah Islam Rasyid Ridha Tokoh Reformis Dunia Islam”,./2012/11/21/,.
Http//Www.Com
New khairil yulian.,
/2010/08/26/., wordpress.com
[1]
A. Munir dan Sudarsono, “ Aliran Modern Dalam Islam”, Jakarta :
PT. Rineka Cipta, 1994. Hlm.163
[2]
Ibid, hlm.163
[3]
Sakura Ilmi, “ Sejarah Pembaharuan
Pemikiran “ , /2014/07/blogspot.com.html Diakses pada 11 April 2015
[4]
Ibid,.
[5]
Ibid,.
[6]
Harja Saputra, “ Biografi Dan Ide-Ide
Pembaharuan Rasyid Ridha “, blogspot.com.Html Diakses pada 11 April 2015
[7]
Sakura Ilmi, “ Sejarah Pembaharuan Pemikiran “ , /2014/07/blogspot.com.html
Diakses pada 11 April 2015
[8]
Ibid,.
[9]
Ibid,.
[10]
Suaramedia, “Sejarah Islam Rasyid Ridha Tokoh Reformis
Dunia Islam”,./2012/11/21/,. Http//Www.Com
[11]
New khairil yulian.,
/2010/08/26/., wordpress.com