Minggu, 17 Mei 2015

Biografi Rasyid Ridha



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada prinsipnya pembaharuan pemikiran dan gerakan untuk menyesuaikan paham-paham keagamaan Islam dalam perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi. Pembaharuan dapat diligat dalam beberapa faktor yaitu, politik, social, budaya, dan ilmu pengetahuan. Dalam sejarah pembaharuann terdapat beberapa tokoh yang cukup terkenal, salah satu nya yaitu Muhammad Rasyid Ridha murid dari tokoh yang cukup terkenal pula yaitu Muhammad Abduh. Pikiran-pikirannya yang cukup besar pengaruhnya terhadap pembaharuan didalam Islam dan dunia Islam.
Salah satu faktor penyebab kekalahan dan kemunduran Islam, dikarenakan terlenanya umat Islam akan kejayaan Islam pada masa lalu dan banyaknya umat Islam yang disibukkan dengan masalah-masalah agama tanpa ingin mempelajari dan ingin membahas lebih dalam masalah pendidikan. Inilah yang menyebabkan tertutupnya pintu Ijtihad, dikarenakan umat Islam banyak yang bersifat taqlik dan banyaknya perselisihan antar mazhab. Tidak hanya itu, banyak para pemimpin yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyatnya karena para pemimpin banyak yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk kesenangan pribadinya.
Dari berbagai masalah-masalah yang terjadi, pemuka Islam mulai memikirkan cara untuk mengatasi hal tersebut. Dengan cara menimbulkan ide-ide yang dapat membawa pembaharuan dikalangan umat Islam. Salah satu pemuka Islam yang resah terhadap kemunduran Islam pada masa itu adalah Rasyid Ridha. Rasyid Ridha ingin mengadakan pembaharuan disegala bidang. Rasyid Ridha melihat umat Islam banyak mengikuti peradaban Barat dan banyak meninggalkan nilai-nilai keIslaman serta banyak umat Islam yang terpecah belah oleh perebutan kekuasaan.


B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana biografi Muhammad Rasyid Ridha ?
2.      Bagaimana pokok pemikiran pembaharuan Muhammad Rasyid Ridha ?
3.      Bagaimana karya-karya Muhammad Rasyid Ridha ?

C.     Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui biografi Muhammad Rasyid Ridha.
2.      Untuk menjelaskan pokok pemikiran pembharuan M. Rasyid Ridha.
3.      Untuk mengetahui karya-karya M. Rasyid Ridha.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Muhammad Rasyid Ridha
Rasyid Ridha adalah murid Muhammad ‘Abduh yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 di al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suria).[1] Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan al-Husain, cucu Rasulullah. Semasa kecil, ia belajar di sebuah sekolah tradisional di al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan membaca al-Qur’an. Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di al-Madrasah al-Wataniah al-Islamiyyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli. Sekolah ini didirikan oleh al-Syaikh Husain al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di Madrasah ini, selain dari bahasa Arab diajarkan pula bahasa turki dan Perancis, dan di samping pengetahuan-pengetahuan agama juga diajarkan pengetahuan modern. Rasyid Ridha melihat perlunya diadakan tafsir modern dari al-Qur’an, yaitu tafsir yang sesuai dengan ide-ide yang dicetuskan gurunya. Ia selalu menganjurkan kepada gurunya, Muhammad ‘Abduh, supaya menulis tafsir modern. Karena selalu didesak, ‘Abduh akhirnya setuju untuk memberikan kuliah mengenai tafsir al-Qur’an di al-Azhar.[2]
B.     Pemikiran Pembaharuan Muhammad Rasyid Ridho
1.      Ide Pembaharuan Di Bidang Pendidikan
Rasyid menganjurkan umat Islam memiliki satu  kekuatan untuk menghadapi beratnya tantangan dunia modern. Kekuatan itu hanya dapat dimiliki jika umat Islam bersedia menerima peradaban Barat. Jalan untuk memperoleh peradaban Barat itu ialah berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi Barat itu sendiri. Ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berlawanan dengan Islam, bahkan umat Islam wajib mempelajari dan menerima ilmu pengetahuan dan teknologi itu bila mereka ingin maju. Dalam berbagai tulisannya, Rasyid mendorong umat Islam untuk menggunakan  kekayaannya dalam  pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Menurut Rasyid,  membangun lembaga pendidikan lebih baik dari membangun masjid. Baginya masjid tidaklah besar nilainya apabila orang-orang yang shalat di dalamnya hanyalah orang-orang bodoh. Dengan  membangun lembaga pendidikan, kebodohan dapat dihapuskan dan dengan demikian pekerjaan duniawi dan ukhrawi akan menjadi baik. Satu-satunya jalan menuju kemakmuran adalah perluasan pendidikan secara umum. Di bidang pendidikan ini ia mendirikan sekolah sebgai misi Islam dengan nama madrasah Aldakwah Wa Al-Irsyad dikairo pada tahun 1912 M. Para alumni madrasah ini disebarkan keberbagai dunia Islam yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist.
2.      Ide Pembaaruan Di Bidang Agama / Teologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan umat Islam lemah dan jauh ketinggalan oleh orang Barat, di antaranya Islam telah kemasukan ajaran-ajaran yang nampaknya Islam, tetapi sebenarnya bukan. Hal itu menyebabkan umat Islam melaksanakan ajaran yang tidak sesuai lagi  dengan ajaran Islam sebenarnya. Menurut Rasyid Ridha, umat Islam dapat mengejar ketinggalannya dari bangsa Eropa, jika mereka kembali kepada ajaran Islam sebenarnya sebagaimana telah diajarkan  Nabi Muhammad saw dan dipraktekkan oleh sahabat. Dengan demikian, Rasyid menganjurkan untuk menggali kembali teks al-Qur’an. Ijtihad adalah modal awal demi keberlangsungan syariat Islam yang memenuhi seluruh kebutuhan pembaruan karena syariat Islam adalah syariat penutup dari Tuhan, dan hikmah dari semua itu adalah bahwasanya Allah swt,  telah menyempurnakan agama ini dan menjadikannya agama yang universal antara ruh dan jasad, dan memberikan kesempatan seluas-luasnya pada umatnya untuk berijtihad yang benar dan dalam mengambil istinbat. Kedua sisi ini sangat sesuai dengan kemaslahatan manusia di setiap tempat dan waktu.[3]
Masalah aqidah di zaman hidupnya Rasyid Ridha masih belum tercemar unsur-unsur tradisi maupun pemikiran filosof. Dalam masalah teologi, Rasyid Ridha banyak dipengaruhi oleh pemikiran para tokoh gerakan salafiyah. Dalam hal ini, ada beberapa konsep pembaharuan yang dikemukakannya, yaitu masalah akal dan wahyu, sifat Tuhan, perbuatan manusia (af’al al-Ibad) dan konsep iman.[4]
1.      Akal dan Wahyu
Menurut Rasyid Ridha, dalam masalah ketuhanan menghendaki agar urusan keyakinan mengikuti petunjuk dari wahyu. Sungguhpun demikian, akal tetap diperlukan untuk memberikan penjelasan dan argumentasi terutama kepada mereka yang masih ragu-ragu.
2.      Sifat Tuhan
Dalam menilai sifat Tuhan, di kalangan pakar teologi Islam terjadi perbedaan pendapat yang sangat signifikan, terutama dari kalangan Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Mengenai masalah ini, Rasyid Ridha berpandangan sebagaimana pandangan kaum Salaf, menerima adanya sifat-sifat Tuhan seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran maupun takwil.
3.      Perbuatan Manusia
Pembahasan teologi tentang perbuatan manusia bertolak dari pertanyaan apakah manusia memiliki kebebasan atas perbuatannya (freewill) atau perbuatan manusia hanyalah diciptakan oleh Tuhan (Predistination). Perbuatan manusia menurut Rasyid Ridha sudah dipolakan oleh suatu hukum yang telah ditetapkan Tuhan yang disebut Sunatullah, yang tidak mengalami perubahan.
4.      Konsep Iman
Rasyid Ridha mempunyai dasar pemikiran bahwa kemunduran umat Islam disebabkan keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Oleh karena itu, upaya pembahasan yang dilaksanakannya dititik beratkan kepada usaha untuk mengembalikan keberagamaan ummat kepada ajaran Islam yang sebenarnya. Pandangan Rasyid Ridha mengenai keimanan didasarkan atas pembenaran hati (tasdiq) bukan didasarkan atas pembenaran rasional.[5]


3.      Ide Pembaharuan Di Bidang Politik Dan Hukum
Walaupun Rasyid Ridha mengakui kemajuan peradaban Barat, tetapi dia tidak setuju dengan ide kebangsaan yang dibawa bangsa Barat. Menurut Rasyid, umat Islam tidak perlu meniru ide kebangsaan Barat, karena dalam Islam rasa kebangsaan itu dibangun  atas dasar keagamaan. Sejalan dengan konsepnya ini, Rasyid merindukan pulihnya kesatuan dan persatuan umat. Ia mengajak umat Islam untuk bersatu kembali di bawah satu sistem hukum dan moral. Untuk melaksanakan hukum harus ada kekuasaan dalam bentuk negara. Negara yang dianjurkan Rasyid Ridha ialah negara dalam bentuk kekhalifahan. Kepala negara dibantu oleh ulama-ulama pembantu. Khalifah hendaklah seorang mujtahid, karena ia mempunyai kekuatan legislatif. Di bawah kekhalifahan seperti inilah kesatuan dan kemajuan umat dapat tercapai.[6]
Namun, menurut pandangan pemakalah Konsep kekhalifahan yang diajukan Rasyid sebagai yang termuat dalam buku al-Khalifah, kelihatannya semata-mata hasil renungan dan pandangannya terhadap sejarah perjalanan khalifah al-Rasyidin. Dia hanya melihat pada fungsi negara dengan mengenyampingkan persepsi negara ditinjau dari sudut pertumbuhan penduduk. Dengan kata lain, Rasyid kurang menghayati dinamika sejarah pemerintahan Islam pada zaman klasik dan pertengahan. Secara administrasi, sistem kekhalifahan itu memancing instabilitas dan perebutan kekuasaan karena secara langsung menutup kreativitas dan aspirasi rakyat. Tampaknya sistem kekhalifahan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
Pendedahan awalnya terhadap gerakan politik dan islah tercetus setelah terbaca jurnal al-‘Urwa al-Wuthqa yang diterbitkan pada tahun 1884 (yang dikeluarkan secara berkala selama 8 bulan) di Paris, oleh Jamal al-Din al-Afghani yang mengungkapkan ide-ide pembaharuan dan mengapungkan faham anti kolonialisme, pemberdayaan reformasi dan pemacuan ijtihad. Ridha menjelaskan tentang idealisme pemikiran yang dizahirkan dalam al-‘Urwa al-Wuthqa dengan katanya: “Aku menemui salinan al-‘Urwa al-Wuthqa daripada kertas-kertas dalam simpanan ayah. Setelah aku membaca artikel-artikelnya yang menyeru kepada gagasan Pan-Islamisme, meraih semula kegemilangan, kekuatan dan keunggulan Islam, penemuan semula ketinggian dan kedudukan yang pernah dimilikinya, dan pembebasan umatnya daripada dominasi luar, aku sangat teruja sehingga seperti memasuki fasa baru dalam hidupku. Dan aku sangat tertarik dengan metodologi yang diketengahkan dalam artikel-artikel ini dalam melakar dan membuktikan hujahnya dalam perbahasan dengan bersandarkan ayat-ayat al-Qur’an, dan tentang tafsirnya yang tiada seorang mufassir telah menulis sepertinya.”[7]
Ridha turut menghuraikan kekuatan al-‘Urwa al-Wuthqa sebagai hasil pemikiran yang penting yang menggariskan manhaj perjuangan yang berkesan dalam menangani kepincangan budaya dan politik dan mengangkat harakat pemikiran dan menggarap permasalahan umat yang mendasar: “antara poin yang terpenting yang menzahirkan keunggulan al-‘Urwa al-Wuthqa dan kekuatannya yang tersendiri adalah: (1) (penekanannya terhadap) ketentuan Allah terhadap makhlukNya dan sistem aturan dalam masyarakat manusia, dan sebab kebangkitan dan kejatuhan sesuatu bangsa sepertimana juga kekuatan dan kelemahan mereka; (2) penjelasan bahawa Islam adalah agama yang mempunyai kedaulatan dan kuasa, yang merangkul kebahagiaan di dunia dan di akhirat, dan menegaskan bahawa ia adalah agama yang menggabungkan nilai spirituil dan sosial, sivil dan militer, dan bahawa kekuatan militernya adalah untuk melindungi keadilan undang-undang, petunjuk dan wibawa umat, dan bukan untuk mengerahkan kepercayaan dengan paksa; dan (3) bagi umat Islam tidak ada faham kebangsaan dan nasionalisme kecuali terhadap agama mereka, oleh itu mereka semuanya bersaudara di mana perbezaan ras dan darah keturunan  tidak harus memisahkan kesatuan mereka, tidak juga perbezaan bahasa dan kerajaan mereka.”[8]







C.     Karya Muhammad Rasyid Ridha
Ridha merupakan penulis yang prolifik, yang telah menghasilkan karya-karya besar dalam pemikiran tafsir, hadisth, politik, dakwah, kalam, perbandingan agama, fiqh dan fatwa. Antara tulisannya termasuklah Tarikh Al-Ustadh Al-Imam Al-Syaikh Muhammad ‘Abduh (Biografi Imam Muhammad Abduh),  Nida’ li Jins al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu Muhammadi (Wahyu Nabi Muhammad), Yusr Al-Islam wa Usul At-Tashri‘ Al-‘Am (Kemudahan Islam dan Prinsip-prinsip Umum dalam Syari’at), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-‘Uzma (Khalifah dan Imam-Imam yang Besar), Muhawarah Al-Muslih wa Al-Muqallid (Dialog Antara Kaum Pembaharu dan Konservatif), Zikra Al-Maulid An-Nabawiy (Memperingati  Hari Kelahiran Nabi Muhammad), dan Haquq Al-Mar’ah As-Salihah (Hak-hak Wanita Muslim), dan yang paling terkenal dalam karyanya adalah Al-Manar.
Al-Manar, adalah majalah bulanan yang membahaskan idealisme pembaharuan dan tajdid di Kaherah. Ia mengungkapkan tradisi pemikiran yang segar yang diasaskan daripada ide-ide pembaharuan yang dipelopori oleh Jamal al-din al-Afghani dan Muhammad Abduh dalam al-‘Urwa al-Wuthqa. Fokusnya adalah usaha pembaharuan dan dakwah.
Sementara akhbar lain membicarakan kebobrokan dan kegawatan di dunia Islam, Al-Manar mencadangkan penyelesaiannya yang umum, dan memberikan formula yang mendetil. Pengaruh al-Manar yang signifikan ini diungkapkan oleh Shaykh Husayn al-Jisr ketika mengulas tentang keluaran pertama al-Manar dan ketahanan gerakan islah yang dibawa oleh Ridha: “Al-Manar telah muncul, menyerlah dengan cahaya yang luar biasa dan menyenangkan, hanyasanya cahaya ini telah dipantul oleh sinar yang kuat yang hampir mencederakan pandangan.”[9]

Al-Manar menggerakkan perbincangan tentang dakwah, idealisme dan islah, menerangkan dasar-dasar Pan-Islamisme, meneroka persoalan-persoalan yang berkait dengan ajaran aqidah dan hukum, membincangkan faham modernisme, sekularisme, nasionalisme dan mempelopori dialog dan pertukaran ide antara budaya, dan meneropong pemikiran baru berkait dengan falsafah agama dan budaya dan menangani isu-isu sosial dan peradaban.
Al-Manar pertama kali diterbitkan pada 21 Shawal 1315 H (17 Mac 1898) sebagai jurnal mingguan yang memuatkan lapan halaman, menyiarkan telegram-telegram mingguan dan berita-berita mutakhir, di samping artikel-artikel utama yang ditulis oleh ketua editor yaitu Ridha sendiri. Bermula pada tahun kedua, ia dikeluarkan setiap bulan, dan tersebar dengan meluas ke seluruh jajahan Islam dalam wilayah Turki, India, Mesir, Syria, Maghribi dan turut diseludup ke arkipelago Melayu dan Tanah Jawa. Pada tahun kedua belas keluarannya (1909), salinan-salinan yang berbaki daripada keluaran pertama telah dijual empat kali ganda dari pada harganya yang asal.
Dalam mukaddimah ringkasnya memperkenalkan al-Manar, Ridha menulis: “Demikian ini adalah suara yang menyeru dengan lidah Arab yang jelas, dan seruan kepada kebenaran yang sampai ke telinga mereka yang bercakap dengan huruf dad [masyarakat Arab] dan ke telinga seluruh penduduk Timur, memanggil dari tempat yang dekat [Mesir] dari mana kedua-dua bangsa di Timur dan Barat dapat mendengar, dan ia menyebar luas supaya dengan itu penduduk Turki dan Parsi juga dapat menerimanya. Ia menyeru: “Wahai, bangsa timur yang sedang lena dibuai mimpi yang enak, bangun, bangun! Tidurmu telah melampaui batas rehat.”[10]
Menurut C.C. Berg dalam kajiannya tentang sejarah Indonesia, gerakan pencerahan yang dicetuskan oleh al-Manar telah melahirkan kelompok pembaharu yang mempelopori perjuangan kaum muda di Indonesia: “Al-Manar tidak memberikan pencerahan kepada masyarakat Mesir sahaja. Ia mencerah pemikiran masyarakat Arab di dalam dan di luar; umat Islam dari rantau arkipelago Melayu yang menuntut di Universiti al-Azhar atau di Mekah, dan bekas pelajar dari Indonesia yang masih memelihara keakraban hubungannya dengan dunia Islam setelah pulang ke sempadan negaranya di Dar al-Islam…dan kesemua orang-orang ini kini melihat Islam dalam rangka cahaya yang baru…kalangan yang telah menyelami dan mempertahan cahaya al-Manar di Mesir, menjadi kelompok “Manar” kecil untuk lingkungannya, setelah pulang ke Indonesia.”[11]
Menerusi Majallah al-Manar, Ridha mengusung pemikiran Imam Muhammad Abduh dengan menyediakan ruangan khas, bermula daripada tahun ketiga keluarannya, untuk menerbitkan siri-siri Komentar al-Qur’an oleh Abduh yang disampaikannya di Jami‘ al-Azhar, Kaherah. Ruangan khas ini turut memuatkan fatwa-fatwa Abduh, atau keputusannya tentang persoalan menyangkut hukum atau agama yang dikemukakan oleh pembaca; selain seksyen yang memuatkan perkembangan dan ide-ide baru di dunia Islam, serta ulasan-ulasan buku dan publikasi yang lain.
Ayat-ayat yang dikupas oleh Imam Muhammad Abduh merangkumi surah-surah pendek yang meliputi tafsir surat al-‘Asr, tafsir Juz ‘Amma, tafsirsurah al-Fatihah, tafsir ayat 78-79 dari surah al-Nisa’, tafsir ayat 52-55 dari surah al-Hajj, dan tafsir ayat 37 dari surah al-Ahzab yang kemudiannya digazetkan dalam Tafsir al-Manar.
Manhaj yang digariskan oleh Imam Muhammad Abduh dalam tafsirannya adalah berteraskan metode al-adabi al-ijtima‘i (sosial dan budaya) yang menekankan hubungan ayat dengan kondisi sosial dan upaya meraih hidayahnya dan kritikan yang keras terhadap budaya taqlid yang membengkak dalam masyarakat. Tekanan yang penting diberikan terhadap tradisi aqliah dan ijtihad, seperti dinyatakan dalam huraiannya terhadap ayat 38-42 daripada surah ‘Abasa: “Muka (orang-orang yang beriman) pada hari itu berseri-seri, tertawa, lagi bersuka ria, dan muka (orang-orang yang ingkar) pada hari itu penuh debu, diliputi oleh kesuraman dan kegelapan. Mereka itulah orang yang kafir, yang derhaka.”
Perjuangan Shaykh Muhammad Rashid Ridha untuk memimpin perubahan telah memperlihatkan kesan yang dramatik di negara-negara umat Islam. Peranan jurnal al-Manar dalam mengangkat martabat dan harakah perjuangan cukup dirasai di seluruh rantau Islam, khasnya di Nusantara.
Kemantapan fikiran dan idealisme yang dicetuskan oleh Ridha telah berhasil memperkasa umat dan melahirkan golongan pembaharu yang meneruskan perjuangannya membanteras taqlid, membebaskan fikiran dari pada kepercayaan jelek, tahyul dan khurafat, dan memperbaharui tekad ke arah memantapkan solidaritas dan merapatkan perselisihan mazhab. Peranan kita di bumi kita adalah untuk melanjutkan perjuangan dan meneruskan iltizam Ridha untuk mengembangkan pengaruh Madrasah Imam Muhammad Abduh dan menyalakan obor perjuangannya ke seluruh dunia.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Rasyid ridha merupakan salah satu tokoh pembaharuan Islam yang ide-ide pembaharuannya meliputi ide pembaharuan pendidikan, yang sangat menginginkan adanya perpaduan antara pendidikan Agama dengan pendidikan Umum, untuk membentuk generasi yang tidak hanya mempunyai ilmu dan wawasan yang luas tetapi juga mempunyai akhlak dan pribadi yang mencerminkan seorang pemimpin yang bersih. Ide pembaharuan dalam bidang politik dan agama yang tertarik dengan ide Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam). Sebab, ia banyak melihat penyebab kemunduran Islam, antara lain, karena perpecahan yang terjadi di kalangan mereka sendiri. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara. Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-khulafa ar-Rasyidin. Dia menganjurkan pembentukan organisasi Al-jami'ah al-Islamiyah (Persatuan Umat Islam) di bawah naungan khalifah.
Rasyid Ridha juga banyak memiliki karya-karya diantaranya yang berjudul Al-Mana yan meupakan salah satu buah karyanya yang dilandasi pemikiran awalnya oleh Muhammah Abduh (guru Rasyid Ridha) yang menhkaji tentang tafsiran ayat Al-qur’an.
B.         Saran
Dalam pembuatan malakah ini penulis menyadari banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mohon kritik dan saran yang membangun guna untuk memperbaiki kesalahan.


DAFTAR PUSTAKA
Munir dan Sudarsono, “ Aliran Modern Dalam Islam”, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994
Harja Saputra, “ Biografi Dan Ide-Ide Pembaharuan Rasyid Ridha “, blogspot.com.Html Diakses pada 11 April 2015
Sakura Ilmi, “ Sejarah Pembaharuan Pemikiran “ , /2014/07/blogspot.com.html Diakses pada 11 April 2015
Suaramedia, “Sejarah Islam Rasyid Ridha Tokoh Reformis Dunia Islam”,./2012/11/21/,. Http//Www.Com
New khairil yulian., /2010/08/26/., wordpress.com






[1] A. Munir dan Sudarsono, “ Aliran Modern Dalam Islam”, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1994. Hlm.163
[2] Ibid, hlm.163
[3] Sakura Ilmi, “ Sejarah Pembaharuan Pemikiran “ , /2014/07/blogspot.com.html Diakses pada 11 April 2015

[4] Ibid,.
[5] Ibid,.
[6] Harja Saputra, “ Biografi Dan Ide-Ide Pembaharuan Rasyid Ridha “, blogspot.com.Html Diakses pada 11 April 2015

[7] Sakura Ilmi, “ Sejarah Pembaharuan Pemikiran “ , /2014/07/blogspot.com.html Diakses pada 11 April 2015
[8] Ibid,.
[9] Ibid,.
[10] Suaramedia, “Sejarah Islam Rasyid Ridha Tokoh Reformis Dunia Islam”,./2012/11/21/,. Http//Www.Com
[11] New khairil yulian., /2010/08/26/., wordpress.com